Selama ini banyak orang membaca pengertian Pedofilia (pedophilia) melalui halaman wikipedia yang medefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi). Sedangkan pelakuknya kita kenal sebagai pedofil.
Pertanyaanya, apakah semua pedofil mengalami gangguan jiwa atau disebut pedofilia (pedophilia)? Kenyataan di masyarakat menganggapnya begitu. Para predator seks pada anak ini tentu memiliki alasan dan latar belakang pribadi terhadap tindakan yang mereka lakukan.
Sebagai orang awam, pemahaman terhadap orang dewasa yang melakukan pelecehan dan kekerasan seks pada anak dapat kita anggap sebagai seseorang yang “sakit jiwanya”. Namun pandangan baru American Psychiatric Association (APA) terhadap penyakit mental sesuai DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), seperti yang diberitakan Washingtontimes.com (30/10/2013), menjelaskan bahwa seseorang yang disebut pedofil dapat dibedakan sebagai pedofil yang menginginkan untuk berhubungan seks dengan anak-anak karena “orientasi seks” dan pedofil yang bertindak atas keinginan mereka karena memiliki gangguan kejiawaan (Pedofilia).
Jadi walau pelakunya dapat disebut pedofil, tetapi belum tentu pelaku tersebut dapat memiliki gangguan kejiawaan (pedofilia). Karena seseorang yang melakukan perbuatan pelecehan dan kekerasan seksual pada anak dapat saja dipicu dengan berbagai hal dari luar masalah kejiwaannya, seperti rangsangan dari pornografi yang dilihatnya atau gairah seks karena pengaruh narkoba dan dorongan seksual lainnya, artinya seorang pedofil yang melakukan perbuatannya dalam kelompok ini paling tidak dalam benaknya ada penyesalan dan segera menghentikan kebiasaan mereka dan bisa mengendalikan keinginan mereka secara sadar. Beda dengan pengidap pedofilia, gangguan kejiwaan ini membuat mereka merasakan sensasi tersendiri walau mereka tahu bahwa hal itu salah namun sulit mengendalikan pikiran mereka untuk melakukannya lagi dan lagi dikemudian hari. Namun dua kategori ini, tetap kita anggap sebagai penjahat seks pada anak sesuai ketentuan hukum maupun norma yang berlaku di masyarakat dan tidak dapat ditolelir.
Untuk itu menurut APA, mereka yang berkeinginan untuk berhubungan seks dengan anak-anak tetapi tidak berkeinginan untuk menyusahkan atau membahayakan dirinya sendiri atau orang lain – tidak lagi diklasifikasikan sebagai atau seseorang yang memiliki gangguan kejiwaan.
Menurut DSM-5, pedofilia mengacu pada “orientasi seksual” (sexual orientation) atau atas dasar profesi preferensi seksual yang dilaksanakan, sedangkan “gangguan pedofilia” didefinisikan sebagai suatu keharusan dan digunakan dalam referensi untuk individu yang bertindak atas keinginan seksualitas mereka (mengalami gangguan kejiwaan) .
Lebih lanjut menurut APA “orientasi seksual” (sexual orientation) bukan istilah yang tepat untuk digunakan dalam kriteria diagnostik untuk “gangguan pedofilia” atau pedofilia sehingga beberapa kata atau kalimat dalam defenisi DSM perlu diperbaiki, Pedofilia harus dibaca memiliki “minat seksual” (sexual interest) dan tentunya pada anak.
Kata Minat sesuai KBB memiliki pengertian, “kecenderungan hati yg tinggi terhadap Sesuatu; gairah; keinginan”
Apa yang dikemukakan oleh APA ini adalah bentuk upaya untuk menuntut dan memidanakan mereka yang melakukan kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak-anak dan remaja. Sehingga tidak selalu tuntutan karena anggapan “gangguan jiwa” pelaku dapat diperingan hukumannya atau diobati/direhabilitasi. Namun demikian mereka juga mendukung upaya-upaya tindak lanjut untuk pengobatan bagi mereka yang mengalami “gangguan pedofilia” dengan tujuan mencegah tindakan dan penyalahgunaan mereka di masa depan.
Namun begitu, sesuai Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak (mereka yang belum berusia 18 tahun), khususnya pasal 81 dan 82. Setiap orang Dewasa yang melakukan perbuatan, kekerasan dan pelecehan seksual pada anak, mendapat sangsi hukum yang tegas, apapun alasannya baik mereka yang mengalami gangguan kejiwaan maupun mereka yang secara sadar melakukan perbuatan tersebut.
Sumber Gambar : http://www.ice-news.net