Orang Tua Perlu Mengevaluasi Diri Untuk Mendidik Generasi Digital Sejak Dini

stk201906rke

Menjadi orang tua untuk generasi digital tidaklah mudah, apalagi bagi mereka yang menganggap dirinya “super sibuk”. Sering kali kita mengabaikan dan menutup mata pada kenyataan bahwa anak-anak kita telah banyak menghabiskan waktu dengan “dunia” baru mereka dan terpengaruh dengannya. Dunia yang menjanjikan berbagai hiburan, pergaulan, keterampilan maupun ilmu pengetahuan. Namun seiring dengan itu pula, kadang kita menganggap remeh terhadap ancaman di balik itu semua.

Sejak tahun lalu, ketika saya bersama rekan-rekan mendirikan IDKita Kompasiana, banyak sekali materi presentasi bahkan talkshow radio yang saya dapatkan. Bahkan hampir setiap minggu, hingga saat ini, materi-materi itu saya baca dan pelajari sebelum teman-teman membawakannya.

Pertanyaanya, apakah saya benar-benar memahami dan dapat menerapkan semua hal yang positip tersebut dalam kehidupan pribadi dan keluarga saya, khususnya mendidik putri saya? Jujur, tidaklah mudah. Namun inilah tantangannya.

Dalam perjalanan waktu, saya memang merasa harus “memaksakan” diri untuk mengambil sikap dalam mewujudnyatakan semua pengetahuan yang saya peroleh secara “gratis” tersebut.

Kenapa saya katakan “memaksakan” diri? Karena menurut kata hati saja, rasanya  tidak cukup.

Contoh mudahnya, ketika anak rewel, gadget seolah-olah menjadi “permen” mujarab untuk mendiamkannya.

Ketika kita tak mau diganggu, dengan alasan kesibukan pribadi, peralatan-peralatan canggih tersebut dengan mudahnya kita gunakan sebagai pengalihan perhatian anak. Dengan begitu, kita merasa bebas menikmati dunia kita sendiri dan memaksakan anak terlena dan menjadi terbiasa dengan dunia barunya.

Awalnya mungkin terasa biasa saja, namun kemudian ketika kita sadar bahwa mereka sudah jauh masuk ke dalam dunianya, tergantung bahkan menjadi candu, barulah kita buru-buru membuat aturan dan melarang ini dan itu untuk membatasi mereka. Tanpa sadar,  kita jugalah yang memiliki peran dominan untuk menjerumuskan mereka ke dalam dunia tersebut.

Baja Juga :  Apa Perlu Menunggu Anak Diperkosa Kita Baru Sadar?

Terlambat? Tidak ada kata terlambat. Kalau memang telah menyadarinya kita harus bisa melakukannya, walau dengan cara “terpaksa” dan mendapat perlawanan dari anak kita sendiri. Kita yang memulai dan memfasilitasi mereka maka kitalah yang harus dapat menanganinya dengan baik.

Cara terbaik dalam menerapkan aturan pada anak dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yaitu dengan memberikan contoh yang baik kepada mereka. Inilah yang saya rasa harus disikapi dengan bijak.

Di dalam menerapkan displin penggunaan gadget, saya “terpaksa” harus membatasi kebiasaan menggunakan gadget di depannya. Bahkan saya rela untuk mematikan telepon genggam saat sedang menghabiskan waktu bersama dengannya. Begitu pula ketika mengerjakan pekerjaan kantor atau komunitas di rumah, saya harus dapat menyiasati waktu yang tepat agar anak maupun suami tidak merasa terganggu.

Saya tidak tahu bagaimana orang tua zaman sekarang menerapkan aturan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk anak dan remaja mereka. Masing-masing orang tua pasti memiliki cara penanganan yang berbeda. Ada yang mampu menerapkan aturan yang aman namun dalam kenyataanya masih ada juga orang tua yang memang terkesan cuek  walau telah memahami bahaya yang mengancam anak-anak mereka. Bahkan ada yang sengaja melengkapi anak dengan gadget terkini agar tidak “mati gaya” dalam pergaulannya di sekolah maupun di lingkungannya bersama teman sebaya mereka.

Ya, semua kembali pada diri kita masing-masing. Jangan sampai semuanya menjadi terlambat dan berakibat fatal bagi anak-anak kita.

Diposting di Kompasiana.com 27 February 2013 | 23:49

Sumber Ilustrasi Gambar : cdn.zmescience.com

Choose your Reaction!